Rabu, 07 Oktober 2009

Apakah ia jodoh ku?

Ya Yobb,
Kalau memang ia jodohku, dekatkanlah hati kami
Kalau memang ia bukan jodohku, berikanlah hamba ini kekuatan menghadapi takdir-Mu


Senyum manis yang terukir menghiasi raut muka seorang ustadz muda ketika menghadap sang murobbi yang senantiasa menemaninya saat-saat relung hati merah merona dan berbau segar melati sukma hingga saat-saat gundah gulana menerpa pun sang murobbi menjadi penetramkan jiwa.

“Ustazd, Insya Allah tanggal 22 November 2008 kedua orang tua ana mau datang ke Yogjakarta untuk mengadiri Wisuda ana.” Yudha memulai pembicaraan.

Ustadz Abdullah tersenyum. “Alhamdulillah Allah telah memberikan yang terbaik untuk antum.” Ia benar-benar ikut merasakan kebahagiaan sang mutarobbinya yang telah berjuang di akhir-akhir masa studinya yang hampir habis ditelan aktivitas dakwah kampus.

“Ustadz, kenapa ustadz termenung?” Tanya Yudha.

“Ya, afwan ana teringat ketika antum 3 tahun yang lalu saat ana baru mengenal antum. Sekarang antum jauh lebih dewasa dan bijaksana dalam menyelesaikan permasalahan.” Ustadz Abdullah memulai pembahasan permasalahan mutarobbinya yang telah menyerahkan sebuah surat yang berisikan biodata sepekan yang lalu. Ustadz Abdullah benar-benar yakin bahwa mutarobbinya sudah siap untuk menyempurnakan separuh agamanya.

“Bagai mana Ustadz? Ana berharap pekan ini sudah ada kepastian tentang calon pendamping ana, karena sekalian ana mau memperkenalkannya kepada kedua orang tua ana yang akan datang dua pekan lagi dari lampung untuk menghadiri wisuda ana.”

“Insya Allah sudah ana siapkan akh.” Kata sang ustadz sambil menyerahkan satu buah map merah jambu yang berisikan biodata seorang akhwat.

“Hanya satu mapnya ustadz?” Tanya Yudha heran.

“Ya, akhi.” Jawab sang ustadz simpel dan penuh wibawa.

“Apakah boleh ana buka mapnya sekarang ustadz?” Tambah Yudha.

“Tafadlol akh. Bila antum berkenan, biodata antum langsung ana kirimkan ke pihak akhwat itu.” Ustadz Abdullah menyakinkan Yudha.

Taksabar rasa hati ingin ada seorang putri yang mencintainya dan menemaninya dalam proses kedupan dakwahnya. Yudha berdo’a tulus pada Robbnya, minta jodoh yang terbaik untuknya.

Kehidupan ini akan terasa gersang jika tidak ada kesenangan dan kebahagiaan yang menunjang. Kebahagiaan hidup yang bersifat ruhaniyah dari seorang suami merupakan kebutuhan yang tidak didapati kecuali pada diri sang istri yang menjadi pasangan hidupnya. Adapun Allah menciptakan isteri adalah supaya sang suami tentram padanya.

Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia ciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya. Juga dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih sayang… (Qs. Ar-Ruum:21)

Pelan-pelan Yudha membuka lembar biodata sang akhwat. Ketika ia membaca sebuah nama Riski Cahyani, dadanya berdebar dan jantungnya berdetak sangat kencang. Seorang akhwat yang dahulu pernah bertengger dihatinya. Yudha meminta beberapa hari untuk mempertimbangkannya pada sang ustadz.

Berhari-hari Yudha mempertimbangkanya. Sholat istikharahnya pun bukan untuk memilih antara akhwat yang satu dengan akhwat yang lain. Tetapi ia hanya butuh keyakinan ya atau tidak, karena ustadz Abdullah tidak memberikan alternatif yang lainnya. Yudha hanya sami’an wa tho’atan, ia tidak mempermasalahkan keputusan yang ambil oleh sang murobbi.

Salah satu yang membuat Yudha ragu adalah Yani (Riski Cahyani) merupakan rekan kerjanya lebih 2 tahun ketika masih aktif dalam komunitas dakwah kampus. Bukan hanya sekedar dekat, bahkan mereka pernah dipermasalahakan oleh ikhwah yang lainya hingga salah satu diantara mereka harus di pindah amanahkan dari dakwah kampus agar terhindar dari fitnah.

Yudha bersungguh-sungguh membersihkan niatnya. Ia mengembalikan semuanya kepada Sang Penguasa Hati. Segala aib yang pernah ia lakukan sudah tidak bisa lagi dihapus untuk kemudian digantinya dengan segala kebaikan. Semua sudah terjadi dan itulah kehendak Allah ketika menghendaki hambanya menjadi manusia yang baik. Allah telah menempatkan aib-aibnya agar dijadikannya pelajaran. Yudha berharap dengan niat yang terus menerus diperbaharui akan menambah barakah dan memperbaiki kesalahan niat sebelumnya.

Akhirnya Yudha memutuskan untuk ta’aruf dilanjutkan ke pihak akhwat. Proses ta’aruf tidak berlalu lama karena sang akhwat sebenarnya masih menyimpan rindu dihati dan senantiasa berdo’a agar Allah memberikan yang terbaik baginya.

***

“Terimakasih, engkau mau menikah denganku,” Kata Yudha kaku.

Disamping Yudha, seorang wanita cantik sedang tertunduk malu. Yani mempermainkan jemarinya.

“Justru aku yang berterimakasih karena engkau mau menggenapkan setengah dinku.”

Yudha dan Yani seperti sedang bermimpi, harapan yang tersimpan dalam lubuk hati 3 tahun silam menjadi nyata.

“Ijinkan Aa, mengecup nashiyahmu dan berdo’a untuk kita.”

Barakallahu likulli waahidin minnaa fii shaahibihi.”

Yani mengamininya didalam hati, ia merasakan kebahagiaan yang belum pernah ia pernah rasakan.

Kedua insan itu bertatapan lalu tertawa kecil mereka berderai. Vila Adem Kaliurang diwarnai desiran cinta yang dapat mengubah dinginnya suhu pegunungan menjadi hangat dan kedamaian. Udara dipuncak yang begitu dingin menjadi teman pendingin panasnya api cinta mereka yang sedang salah tingkah. Satu sama lain bingung mau bicara apa.

Yudha melirik sebuah bungkus kurma di meja. Ikhwan itu menawarkannya pada Yani. Yani menerima sebiji kurma dari Yudha dan dengan rasa malu memakannya.

“Aa, mau?” Tanya Yani yang melihat suaminya tidak ikut makan.

Yani memanggilku Aa? Indah sekali.

“Aku mau jika kurma itu dari tanganmu.”

“Aa Yudha mau minta ku suapi?” Yani tersipu. Dengan ragu ia mengulurkan tangannya pada bibir suaminya. Lelaki itu menatap istrinya.

“Kau semakin cantik saja,” kata Yudha tulus.

Semburat merah jambu mewarnai pipi Yani yang putih mulus. Wanita itu tidak bisa berkata apa-apa. Yudha merapatkan duduknya. Tiba-tiba saja suhu kamar berubah hangat dan bertambah hangat. Debaran hati kedua hamba Allah itu berlalu begitu indah.

“Aku cinta padamu,” bisik Yudha hangat. Tangannya menggenggam erat jemari Yani.

Yudha lupa, begitupun Yani, mereka belum melaksanakan sholat sunat dua rakaat yang merupakan salah satu tuntunan pada malam zafaf. Yudha menggandeng tangan Yani dan mengajaknya wudlu.

Mereka menikmati shalat itu, setiap takbir dan gerakan Yudha diikuti oleh Yani dengan memenuhi tartibnya. Shalat dua rakaat untuk memohon agar jalinan kasih dan sayang antara kedua mempelai dapat bersemi dan mengakar kuat di dalam jiwa. Sedangkan benih-benih kebencian dapat dimatikan sebelum tumbuh. Diharapkan juga agar barakah-Nya memenuhi kehidupan keluarga mereka.

Baru kali ini Yani mendengarkan lantunan kalam Illahi terucap dari bibir Yudha. Suaranya indah karena bacaannya mengikuti setiap tajwidnya.

Yudha berdo’a dan Yani mengamini dengan penuh harap. Yudha membalikan badannya menghadap Yani. Sang istri menjulurkan tangannya meraih tangan kanan Yudha dan menciumnya. Mereka mengharap keberkahan yang besar dari Illahi.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar